Agile adalah suatu istilah yang mungkin sudah akrab di kalangan para pekerja IT. Sedangkan bagi orang yang masih awam, istilah ini belum familiar untuk diketahui.
Secara sederhana, agile merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengembangkan perangkat lunak secara berangsur dan berulang (iterasi).
Awalnya, metode ini digunakan untuk memperbarui metode tradisional waterfall (Spiral).
Namun, saat ini agile bukan hanya sekadar membahas tentang masalah software, tetapi juga cara kerja perusahaan.
Apa itu Agile?

Agile artinya yaitu sebuah metode pengembangan produk yang dijadikan alternatif dari cara kerja konvensional.
Agile juga bisa diartikan sebagai inovasi pada alur kerja di masa lampau yang tidak mengalami kemajuan di tengah dinamika pasar.
Agile metodologi (agile methodology) bermula dari model waterfall yang normatif, sehingga diciptakan alternatif metode agile untuk memahami keinginan pasar.
Metode ini dinilai lebih efektif diterapkan pada rangkaian proses kerja dan bisa dipadukan ketika produksi tengah berlangsung.
Jika menilik metode waterfall, maka Anda perlu bergelut pada konsep konvensional tanpa improvisasi.
Adapun pada metode agile lebih berorientasi pada komunikasi antara produsen dan pemakai, bahkan jika perancangan software sudah selesai.
Dengan begitu, maka diharapkan pemakai bisa lebih merasa puas dengan terjadinya perbaikan ketika pengerjaan.
Pemanfaatan agile semakin dirasa penting saat banyak pihak menyadari bahwa berbagai software yang menggunakan metode waterfall dinilai kurang relevan, sehingga tidak lagi digunakan.
Agile adalah Inovasi Metode Pengembangan Software
Manfaat Menerapkan Agile
Setelah menyimak arti agile seperti yang sudah dibahas di atas, mari mengetahui lebih lanjut mengenai manfaat penerapan agile.
Beberapa manfaat tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Mempercepat Produk Siap Pakai
Jika dikomparasikan dengan cara kerja waterfall, metode agile lebih memungkinkan pemakai agar mengetahui tahap-tahap produksi yang tengah dilakukan.
Konsumen juga bisa meminta perubahan di tengah proses produksi, sehingga produk akhir nanti bisa lebih cepat diselesaikan.
Hal ini tentunya akan membuat proses pengerjaan lebih efisien.
2. Efisien Waktu dan Sumber Daya
Agile adalah proses kerja yang memanfaatkan sumber daya secara optimal. Tim kerja dalam jumlah sedikit tidak harus menanti tim lainnya untuk merampungkan tugas mereka lebih dahulu.
Cara ini tentunya sangat berbeda jauh dengan metode konservatif yang kurang efisien dari segi waktu dan sumber daya manusia.
Dari sini, dapat dipahami bahwa agile development adalah pembaruan dari kondisi kerja yang tidak efisien, yang mana kolaborasi antartim satu dengan tim lainnya tidak bisa berjalan secara berkesinambungan.
3. Memastikan Produk Tetap Relevan
Fungsi penerapan agile yang selanjutnya adalah untuk memastikan agar produk tetap relevan. Produk harus tetap dijaga relevansinya melalui feedback yang diberikan oleh pemakai.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa software yang menggunakan metode waterfall terus berkurang relevansinya di dalam pasar karena tim produk tidak melakukan komunikasi dengan pihak luar pada tahapan produksi.
Kelemahan ini bisa diperbaiki dengan upaya “mendengarkan pasar” dan bersikap adaptif terhadap transformasi yang datang.
Fleksibilitas dalam membaca pasar jadi hal utama yang perlu diterapkan jika perusahaan ingin produknya bisa tetap relevan dengan kebutuhan pemakai.
Jenis-Jenis Model Agile

Model agile terdiri dari beberapa jenis. Apa saja? Simak penjelasannya di bawah ini:
1. Scaled Agile Framework (SAFe)
Jenis agile yang pertama yakni Scaled Agile Framework atau yang bisa disingkat dengan SAFe.
Jika dilihat dari segi kompleksitas birokrasi dalam mengambil keputusan, SAFe mengusulkan shortcut dari lemahnya percepatan dalam merumuskan kebijakan.
Dengan menggunakan SAFe, maka setiap divisi bisa bekerja tanpa harus menunggu selesainya tugas dari divisi lain yang bersangkutan.
Hal ini disebabkan karena SAFe dapat memangkas masa tunggu koordinasi secara lebih intens, sehingga bisa menghasilkan keputusan yang cepat dan integratif.
2. Scrum
Scrum merupakan model agile yang memungkinkan sebuah tim dapat lebih fokus dalam mengembangkan aspek tertentu.
Scrum membuat sebuah tim lebih fokus terhadap pekerjaan utamanya dibandingkan membebani tim dengan beberapa tumpukan tugas sekaligus.
Contohnya yaitu satu tim diberi tugas untuk membuat sebuah fitur game strategi pada aplikasi marketplace. Penugasan ini biasa disebut dengan sprint.
Langkah ini bisa dilanjutkan dengan dengan memberikan tugas kepada tim berikutnya sesuai kebutuhan perusahaan.
3. Kanban
Jenis agile yang berikutnya adalah Kanban. Model ini memanfaatkan papan yang bisa digunakan dalam bentuk virtual atau konvensional.
Kanban merupakan suatu model agile yang berpedoman pada implementasi informasi bersama.
Terdapat tiga bagian pokok dalam kanban board, yakni meliputi planning kerja, proyek yang dikerjakan sekarang, serta proyek yang telah terselesaikan.
Penerapan model kanban ini terbilang efektif dalam menunjang tracking pekerjaan.
4. Lean Software Development (LSD)
Lean software development (LSD) juga menjadi model agile yang banyak digunakan untuk menunjang metode kerja.
LSD merupakan sebuah terobosan baru agar perusahaan bisa mengelola biaya seminimal mungkin tapi tetap responsif dengan keperluan pasar.
LSD dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk menciptakan produk sederhana tanpa menguras banyak sumber daya.
Selain itu, perusahaan juga tetap bisa memasang telinga terhadap umpan balik yang diberikan oleh konsumen.
Produk awal memang tidak seharusnya memakan banyak sumber daya untuk menghindari pengadaan fitur yang tidak efisien.
Contoh agile yaitu Twitter yang pernah merilis fitur bernama Fleet yang hampir mirip dengan story Instagram.
Namun, tidak berselang lama, Twitter menghapus fitur tersebut karena minimnya minat pengguna.
5. Crystal Methodology
Crystal Methodology merupakan metode yang dikembangkan oleh Alistair Cockburn tahun 2004.
Alistair meyakini bahwa kapasitas anggota tim dan komunikasi yang dijalin mampu berdampak besar pada hasil dari suatu proyek.
Crystal methodology menjadi bagian dari model agile yang dijadikan sebagai variasi untuk mengembangkan produk.
Model ini selalu mempertimbangkan kondisi tim sebagai acuan utamanya.
Jadi, bisa dikatakan bahwa metode Crystal ini lebih berfokus pada interaksi yang dijalin oleh para anggota tim ketika mengerjakan proyek dibanding proses dan tools yang digunakan.
Potensi tim adalah unsur pokok dalam proses kerja yang tidak boleh diabaikan. Meskipun demikian, tim kerja tetap perlu menggunakan masukan atau saran pengembangan dari pakarnya.
Prinsip dari metode pengembangan produk ini yaitu introspektif-improvisasi yang artinya seberapa buruk hasil produknya, maka tim tersebut akan tetap bisa memperbaikinya dengan menerapkan kerja sama. .
6. Extreme Programming (XP)
Extreme programming merupakan pengembangan software yang menerapkan metode XP yang berorientasi pada proses teknis. Model ini merupakan pendekatan agile yang paling banyak digunakan.
Walaupun metode Extreme merupakan ide yang telah dicetuskan sejak 1980-an, namun metode ini tetap relevan digunakan hingga masa kini. Metode Extreme itu sendiri ditulis oleh Kent Beck.
Seluruh anggota tim diharuskan untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan kapasitas maksimal agar tercipta efisiensi.
Jika software telah melalui uji coba, maka perbaikan bisa dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan.
7. Dynamic Systems Development Method (DSDM)
Dynamic Systems Development Method merupakan suatu metode agile software yang menghadirkan kerangka kerja demi menciptakan dan memelihara sistem yang menghadapi masalah.
Metode ini menggunakan prototipe tambahan untuk menunjang lingkungan proyek yang dikelola.
Metode DSDM berorientasi pada kebermanfaatan produk di dalam pasar.
Langkah penting yang perlu diperhatikan adalah setiap anggota tim harus memahami prototipe dengan cermat sejak awal.
Dengan begitu, maka setiap tim dapat mempunyai gagasan yang kompak selama pengerjaan program.
Jika tim sudah mempunyai gagasan yang kompak, maka kualitas produk siap pakai bisa dirumuskan bersama.
8. Feature Driven Development (FDD)
Model agile yang terakhir adalah Feature Driven Development (FDD).
Model yang satu ini sebenarnya menyerupai scrum yang memungkinkan anggota tim untuk menyelesaikan satu fitur yang spesifik.
Selain itu, FDD juga memiliki tujuan berskala kecil dengan deadline yang lebih singkat dibandingkan scrum.
Pertanyaannya, apakah anggota tim bisa mengerjakan proyek dengan waktu yang lebih singkat?
Oleh karena itu, pada model FDD, setiap anggota tim mendapatkan pembagian tugas, sehingga cakupannya bisa lebih singkat dibanding target kerja model scrum.
Tujuan Agile Development

Selain model, metode agile juga memiliki beberapa tujuan, di antaranya sebagai berikut:
1. High Value & Working App
Tujuan menerapkan agile yang pertama yakni untuk menghasilkan suatu software atau perangkat lunak dengan nilai jual yang tinggi yang bisa menekan anggaran pembuatan.
Namun, tujuan utamanya yakni mampu menghasilkan produk yang berkualitas baik.
2. Incremental, Iterative, Evolutionary
Tujuan agile yang berikutnya adalah tercapainya incremental, iterative, dan evolutionary.
Seperti yang diketahui bersama bahwa agile termasuk model pengembangan software development yang dilakukan secara berangsur, berulang-ulang, dan bisa mengalami revisi atau perubahan jika dibutuhkan.
Jadi, bisa dikatakan bila metode agile bersifat fleksibel dan dapat mengikuti perkembangan zaman.
Selain itu, agile juga bisa diimplementasikan pada proyek pengembangan software jangka pendek.
3. High Quality Production
High Quality Production merupakan kemampuan suatu produk dalak menjalankan fungsinya seperti daya tahan, kemudahan dan ketepatan operasi, perbaikan, serta elemen lainnya.
Dengan menerapkan agile, maka kualitas produk software bisa tetap terjaga walaupun waktu dan biaya yang dikeluarkan lebih efisien.
4. Flexible & Risk Management
Tujuan yang berikutnya adalah untuk menunjang fleksibilitas dan risiko manajemen sekecil mungkin.
Fleksibel yang dimaksud di sini adalah terselenggaranya pertemuan dengan klien kapan saja dan di mana saja, sehingga fungsi dari software tetap bisa terjaga.
Fokus utamanya yaitu bisa meminimalisir terjadinya kekeliruan atau kelalaian pada program atau produk sebelum dilakukannya tahap deploy aplikasi.
5. Collaboration
Proses kerja sama atau kolaborasi dilakukan oleh para tim pengembang untuk mempertimbangkan feedback dari klien.
Dengan begitu, maka dibutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik antar tim.
6. Cost Control & Value Driven Development
Proses mengembangkan software bisa disesuaikan dengan kepentingan pemakai (user).
Selanjutnya, tim developer akan mengawasi anggaran dan waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan software tersebut.
7. Self Organizing & Self Managing Teams
Tujuan metode agile yang terakhir adalah agar tim developer memiliki akses untuk mengelola sendiri atribut software development.
Sementara itu, tugas seorang manajer adalah menjadi penghubung antara klien dengan developer, sehingga bisa meminimalisir terjadinya miss communication.
Kesimpulan dan Penutup
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa agile adalah metode yang sangat penting diterapkan dalam pembuatan suatu perangkat lunak untuk perusahaan. Metodologi agile sangat relevan diterapkan di masa kini agar produk software dapat diterima dengan baik oleh pasar.